KARAWANG - Sebuah plang ditancapkan Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Purwakarta di lokasi lahan seluas ± 9,3 hektar yang masuk dalam kawasan Blok Cijengkol di Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang-Jawa Barat, yang dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi pemantik friksi di meja hijau antara warga yang menguasai lahan dengan perusahaan negara ini.
'Dilarang Menguasai Kawasan Hutan Tanpa Izin', tulisan berkelir merah lengkap dengan bunyi putusan Mahkamah Agung (MA) dan Peninjauan Kembali (PK) antara pihak warga Ara Cs lawan Perum Perhutani KPH Purwakarta ini terlihat mencolok di plang.
"Ini sebuah pelanggaran hukum dan tindakan unprosedural, eksekusi swasta karena tanpa didampingi pejabat pengadilan, malah didampingi kepala desa. Warga (Ara Cs) dengan segenap jiwa raga akan tetap mempertahankan lahan ini," tegas advokat Elyasa Budiyanto, kuasa hukum warga (Ara Cs) sambil menunjuk plang di lokasi, Minggu (30/7/2023).
Elyasa bahkan menganalogikan tindakan Perum Perhutani terhadap lahan warga (Ara Cs) yang menjadi kliennya ini layaknya aneksasi Israel terhadap Palestina, karena menurutnya dasar klaim Perhutani terhadap lahan ini hanya berita acara tata batas (BATB) tahun 1967 ditambah cerita Perhutani membeli lahan dari Abdul Rojak. Sementara, warga menguasai lahan turun temurun bahkan sejak sebelum tahun 1960 dan memiliki surat (persil) serta salinan girik, ditambah membayar PBB sebagai tindakan patuh kepada negara.
"Perhutani sendiri punya apa, bagaimana bisa dikatakan dasar kepemilikan ini BATB, sedangkan kalau membeli dari masyarakat mana buktinya. Kenyataannya patok setiap tahun pindah (jual geser) sampai Patunjang (dikenal sebagai perkampungan pertama yang digusur paksa Pemerintah Orde Baru dengan alasan tak jelas). Ini kan pencaplokan layaknya Israel terhadap Palestina," kata Elyasa yang siang itu didampingi lengkap warga pemilik lahan.
Tidak hanya Perhutani, Elyasa juga menyayangkan sikap kepala desa yang merangkap sebagai Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang baginya hanya sebagai kepanjangan tangan Perhutani.
"Kalau bukan mewakili rakyat berhentikan saja kepala desa yang terlibat dalam LMDH, karena justru merugikan dan masyarakat banyak mengeluh. Jangankan hadir di tengah masyarakat, bahkan tandatangan dia sendiri saja tidak dia akui," tutur Elyasa.
Perjuangan Terus Dilanjutkan
Sebuah dokumen yang ditujukan kepada Ketua Komisi III (bidang hukum, HAM dan keamanan) DPR RI diperlihatkan Elyasa Budiyanto. Surat yang diterima bagian Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI tanggal 19 Juni 2023 ini berisi permohonan pendapat hukum dan pemeriksaan ulang atas putusan Mahkamah Agung RI di tingkat kasasi (No. 1810.K/Pdt/2022) tanggal 8 Juni 2022, dan peninjauan kembali (No. 1365.PK/Pdt/2022) tanggal 30 Desember 2022. Selain itu, mohon pemantauan, pengawalan, dan pengawasan proses pemeriksaan persidangan di PN Karawang (No. 42/Pdt.G/2023/PN.Kwg).
"Agar wakil rakyat tahu apa yang terjadi dalam penegakan hukum kita, khususnya di Mahkamah Agung. Ini persoalan hak rakyat," tutur Elyasa.
Pihak warga Ara Cs melalui Kantor Advokat Elyasa Budiyanto & Associates, melakukan upaya hukum eksaminasi publik, karena merasa janggal terhadap putusan Mahkamah Agung dalam perkara Ara Cs melawan Perhutani ini.
"Kami mengajukan upaya eksaminasi publik, langkah awal dengan meminta pendapat wakil rakyat di Komisi 3 DPR RI. Ini dilakukan untuk menguji putusan MA termasuk integritas hakim agung dalam kasasi dan peninjauan kembali (PK) perkara warga (Ara Cs) melawan Perhutani ini," katanya.
Elyasa menganggap dalam perkara Ara Cs ini MA seperti layaknya peradilan sesat, sehingga harus dipanggil oleh DPR RI sebagai wakil rakyat.
"Tidak masalah saya dianggap contempt of court, karena ini semata-mata untuk penegakan hukum. Saya siap berdiskusi bahkan dengan Mahfud MD sekalipun, untuk perkara lahan warga ini. Sudah jelas-jelas salah satu hakim (SD) tertangkap OTT oleh KPK RI," ujarnya.
